Saat Dunia Olahraga Makin Lantang Serukan Boikot Israel

Posted on

Israel sudah lama dikecam dunia karena genosida yang dilakukannya di Palestina. Dunia olahraga, yang kerap bungkam, kini mulai lantang bersuara.

Gempuran Israel ke Gaza, yang menewaskan lebih dari 65 orang–termasuk anak-anak dan perempuan, terjadi sejak lama. Agresi itu makin gencar dilakukan 2023.

Gencatan senjata yang sempat tercapai Januari lalu juga dilanggar Israel. Sejak Maret, hampir 20 ribu orang dibunuh Israel, dan puluhan ribu lainnya luka-luka, menambah derita Gaza yang kini dilanda kelaparan akibat akses bantuan juga diblokade Israel.

Hampir dua tahun lamanya, Israel terus membunuh rakyat Palestina. Kekejaman itu rupanya masih kerap dianggap angin lalu, termasuk dari dunia olahraga.

Saat ini, otoritas tertinggi olahraga seperti Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan FIFA masih ‘tutup mata’ atas kekejaman Israel. Mereka masih mengizinkannya berlaga di ajang internasional.

Sikap itu dikritik, karena dianggap ‘standar ganda’. Itu terkait sikap FIFA dan IOC, yang langsung membekukan Rusia dari berbagai kejuaraan saat menyerang Ukraina pada 2022.

Seruan-seruan untuk memboikot Israel memang selalu ada sejak 2023, namun tidaklah masif. Baru-baru ini, kebrutalan Israel yang makin di luar nalar, seperti membiarkan warga Gaza mati kelaparan, akhirnya membuat banyak pegiat olahraga makin lantang menyerukan boikot Israel.

Tim Israel memang masih lenggang kangkung di berbagai ajang. Dari sepakbola misalnya, mereka masih bebas berupaya lolos ke Piala Dunia 2026, masih bersaing di kualifikasi tanpa hambatan apa pun.

Boikot kini makin lantang diserukan banyak tokoh pesepakbola lain. Legenda Inggris, Gary Lineker, makin kencang mengecam Israel meski baru dipecat BBC karena sikap politisnya

Begitu juga Eric Cantona, eks penyerang Manchester United, baru-baru ini makin tajam menyerang Israel. “Empat hari setelah Rusia memulai perang di Ukraina, FIFA dan UEFA memboikot Rusia, sekarang sudah 716 hari, yang menurut Amnesty Internasional menyebut ini genosida, namun Israel tetap diizinkan berpartisipasi. Mengapa? Mengapa standar ganda?” katanya dalam acara Together for Palestine.

Bahkan Timnas Spanyol, favorit juara Piala Dunia 2026, baru-baru ini dikabarkan mengambil sikap. Lamine Yamal dkk siap mundur dari ajang bergengsi itu andai Israel lolos.

Di sepakbola, FIFA bukannya belum menghadapi tekanan semacam ini. Di kongres tahunan, seruan sudah didengungkan, yang cuma direspons normatif: akan meninjaunya lebih dulu tanpa kejelasan sikap.

Bukan hanya dari sepakbola, kejuaraan lain mulai kencang menolak Israel. Tim basket Irlandia memilih mundur dari dari kualifikasi kejuaraan Eropa bulan November mendatang.

“Menghadapi Israel dalam situasi ini bukan skenario yang kami harapkan,” kata Chief Executive John Feehan.

Di Spanyol misalnya, kejuaraan balap sepeda Vuelta a Espana beberapa waktu lalu juga didemo besar-besaran. Masyarakat Pro-Palestina mengecam ajang itu, yang masih diikuti tim Israel.

Mereka memboikot etape balapan dan mengacaukan acara agar protesnya didengar. Menariknya, aksi bela Palestina itu didukung langsung oleh sang Perdana Menteri, Pedro Sanchez.

Dari cabang catur, The Sestao Chess Club di Basque menolak kehadiran pemain Israel. Alhasil, 7 atletnya mundur dari ajang itu karena ditolak.

Sementara driver Formula 1, Lewis Hamilton, juga sampai bersuara di media sosialnya mengecam perbuatan Israel. Ia mendesak agar akses bantuan dibuka agar tak ada lagi anak-anak kelaparan.

Dengan masifnya seruan boikot dari dunia olahraga saat ini, akankah Israel benar-benar bisa dihukum atas genosidanya di Palestina?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *