Pemain Pelatnas Susah Unjuk Gigi, Kabid Binpres PBSI Kasih Target Ini baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

Kabid Binpres PBSI Eng Hian mengakui hasil para pebulutangkis Indonesia masih jauh dari harapan di tahun 2025 ini. Ia menegaskan peranan pelatih di Pelatnas, juga target untuk sisa waktu di tahun ini.

Di musim kompetisi ini baru dua gelar yang diraih pebulutangkis Indonesia yaitu di Thailand Masters dan Taipei Open 2025, yang punya level Super 300. Di atas itu, para pemain Pelatnas gagal unjuk gigi.

Padahal, PBSI saat ini sudah banyak melakukan perubahan-perubahan dalam usaha menggenjot performa. Salah satunya, perombakan pelatih setelah PBSI melakukan rekrutmen terbuka untuk posisi pelatih teknik dan tim pendukung.

“Seperti yang kita ketahui bersama mengenai hasil pencapaian turnamen terutama di level 500 ke atas, memang masih sangat jauh dari harapan. Masih nirgelar. Itu memang yang harus kami akui,” kata Kabid Binpres PBSI Eng Hian saat ditemui di Pelatnas PBSI, Cipayung, Rabu (18/6/2025).

“Terakhir di Indonesia Open juga untuk tim Pelatnas hanya di semifinal. Tapi untuk tim Indonesia itu ada perwakilan satu di final. Tapi tentunya ini adalah hasil yang kurang, bukan kurang tapi memang belum sesuai harapan,” tuturnya.

Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.

Kemauan Pelatih Vs Kebutuhan Atlet

Dalam enam bulan berjalan di tahun 2025, pencapaian para pemain Pelatnas belum terlihat. Padahal jika dibandingkan dengan periode semester pertama tahun lalu, ada 8 gelar yang diraih dan levelnya dari mulai 300 hingga 1000.

“Untuk evaluasinya tentu ini masih menjadi pekerjaan rumah buat saya pribadi sebagai Binpres untuk bisa segera mensinkronisasikan antara pelatih dan atlet,” kata Eng Hian.

“Masih banyak yang belum sinkron antara kemauan pelatih dan kebutuhan atlet, itu terjadi di lapangan,” ujar pelatih yang karib disapa Didi ini.

Eng Hian mengungkap, upaya menyatukan kebutuhan atlet dan kemauan pelatih terus dilakukan. Bahkan, pekan lalu ia melakukan rapat evaluasi secara intens bersama kepada pelatih teknik, pelatih fisik, dan tim pendukung.

“Tentang apa yang menjadi kendala catatan. Tapi intinya adalah masih belum sinkron ya karena ini rata-rata kan pelatih baru. Jadi kekurangan, kebutuhan atlet itu yang harusnya ditingkatkan, ini masih belum bisa keseluruhan diterima oleh atletnya. Ini yang masih menjadi program ke depan,” katanya.

“Tapi kami sudah memberikan special note untuk bagaimana pencapaian di enam bulan ini, target apa yang harus dicapai, itu nantinya akan menjadi catatan atau evaluasi perpanjangan kontrak pelatih di tahun selanjutnya.”

“Jadi ya kami agak sedikit menekankan di situ, bagaimanapun pelatih itu adalah komandonya. Jadi bukan selalu mengikuti keinginan atlet. Contohnya atlet menginginkan berangkat turnamen A, padahal menurut pelatih itu kondisi atletnya belum siap,” ucap pelatih yang pernah mengantarkan Greysia Polii/Apriyani Rahayu raih emas Olimpiade 2020 ini.

Eng Hian menyebut, terkadang ada pula faktor sponsor dalam partisipasi pemain di sebuah turnamen. Padahal, bisa jadi kondisi pemain sedang kurang ideal.

“Tapi karena ada tuntutan dari sponsor, ini yang harus digarisbawahi, itu harus berangkat. Ini yang sekarang saya sedang diskusikan terus dengan pimpinan supaya kondisi atlet ini siap dulu menurut pelatih, dari standarisasi pelatih, by data, itu baru akan dikirimkan,” jelasnya.

Sehubungan dengan itu, Eng Hian pun menuturkan pentingnya faktor komunikasi dan koordinasi dari pelatih ke pemain dalam usaha memperlihatkan hasil dan progres dalam periode 6 bulan ke depan.

“Yang saya tekankan adalah bagaimana komandonya ini bisa membuat satu sistem, satu perubahan untuk pasukannya supaya bisa mendapatkan hasil yang lebih baik. Tentunya nanti untuk evaluasi pada kontrak selanjutnya,” katanya.