Evaluasi Siti Fadia Jelang Tiga Turnamen Besar

Posted on

Siti Fadia Silva Ramadhanti mengungkapkan evaluasi yang perlu diperbaiki ia dan Lanny Tria Mayasari menyambut tiga event besar, Japan Open, China Open, dan Kejuaraan Dunia 2025.

“Mungkin dari sisi non-teknisnya, mental, dan kepercayaan dirinya harus ditambah. Kalau dari latihan atau segala macam kami sudah ekstra juga, cuma dari sisi non-teknis yang harus ditingkatkan lagi,” kata Fadia saat ditemui di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta.

Fadia menyadari, setiap laga yang dihadapi terutama di gim penentu selalu kurang taktis, sehingga mempengaruhi sisi non-teknis di lapangan.

Kondisi itu pun terjadi saat mereka menghadapi wakil Malaysia Tan Pearly/Thinaah Muralitharan di babak kedua Indonesia Open 2025.

Di gim pertama, mereka berhasil mengendalikan permainan. Sayangnya, dua gim berikutnya Fadia/Lanny melakukan eror dan berakhir dengan kekalahan 21-18, 16-21, 17-21.

“Kalau dari aku sih pastinya rata-rata gim pertama kami bisa ambil ya, cuma di gim penentunya kami kurang tek tek lah. Itu kan pasti dari mental, kepercayaan diri, dan non-teknisnya. Kalau dari segi tekniknya Ka Karel (pelatih kepala ganda putri) lebih tahu,” Fadia mengungkapkan.

Sejauh ini, ia dan Lanny bergantian untuk saling mengingatkan untuk mengatasi kendala tersebut. Tapi memang harus lebih dikuatkan kembali dari segi mental dan kepercayaan dirinya.

“Kalau dari non-teknisnya kami harus sering ngobrol ke Kak Karel, minta solusi karena tak mudah menghadapi situasi seperti itu. Apalagi lawan-lawan sudah di top level semua, jadi kami harus tingkatkan itu saja sih.”

“Karena kalau di poin-poin kritis kan tinggal adu mental saja istilahnya. Apalagi di gim ketiga, di poin-poin 15 ke atas kan tinggal hati dan pikiran yang main,” tambahnya.

Momok ini lah yang terus juga digenjot pemain berusia 24 tahun itu terutama menjelang Japan Open pada 15-20 Juli mendatang. Japan Open merupakan turnamen Super 750, dan sudah pasti lawan yang dihadapi merupakan pemain level-level atas.

“Sebenarnya susah pasti susah cuma dari kemarin evaluasi juga, sudah bisa melawan (pasangan-pasangan top) juga. Kami selalu bisa ambil gim pertama. Kalau enggak gim kedua, selalu rubber gim lah kalau lawan top-top elite kayak kemarin. Ya itu dari segi ketahanan mental dan pikian,” ujarnya.

“Intinya ya harus terbuka saja. Terbuka dengan pelatih, dengan partner juga. Kalau lagi enggak yakin, enggak enak, ya ngomong saja. Kami kan main dobel, jadi tak bisa yang kalau enggak enak itu diam saja. Enggak cari solusi. Jadi lebih dikomunikasikan lagi saja.”

Fadia menambahkan peran psikolog juga bisa membantu. Tapi yang tak kalah penting adalah kemauan si atlet untuk belajar dan menerima apa yang menjadi kekurangannya.

“Karena (jika) kita tak terima nih. Kok masih kurang-kurang terus, padahal di sisi lain kitanya masih perlu ditambah lagi,” kata juara Thailand Masters 2025 itu.